Catatan Popular

Khamis, 19 Mei 2011

Rendahnya Kesadaran Umat


Prof . Dr. Habib Umar Shihab:
Dia merasa prihatin dengan minimnya pemahaman umat Islam terhadap agamanya sehingga banyak melakukan penyimpangan dalam merespons kehidupan. Apa syarat minimal yang harus dipenuhi umat Islam?



Di usianya yang sudah kepala tujuh, pemikirannya masih tetap bernas. Suaranya masih tetap tegas menyangkut hal-hal yang prinsip. Itulah Prof. Dr. Habib Umar bin Abdurrahman Shihab, salah satu pakar hukum Islam, guru besar UIN Syarif Hidayatullah, ketua MUI Pusat. Ditemui di rumahnya yang asri di Kompleks Puspa Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Prof. Umar mengungkapkan keprihatinannya menyangkut umat Islam di negeri ini.

“Umat Islam saat ini tidak satu pendapat dalam banyak hal, mereka tidak bisa menyatukan pendapat, terutama dalam bidang politik. Bidang politik ini sangat menentukan untuk agenda umat dan juga arah berbangsa. Di DPR suara umat Islam tidak terwakili walau yang masuk beragama Islam. Mereka tidak berhasrat memenangkan Islam,” ujar alumnus Universitas Al-Azhar ini prihatin.

Menurut kakak kandung Prof. Quraish Shihab ini, banyak orang yang salah dalam menilai Islam, mereka itu adalah orang yang tidak mengerti Islam. Di samping juga orang Islam tidak lagi memperhatikan agamanya. Akhlaq dan nilai Islam sudah luntur.

Menurutnya, kalau dulu murid-murid begitu patuh kepada guru karena pelajaran akhlaq sangat diresapi, sekarang sebaliknya, guru yang takut kepada murid, mungkin karena pengaruh orangtuanya yang pejabat atau kaya raya. Dulu kalau murid dimarahi guru, orangtua akan ikut memarahi anaknya, karena hormatnya mereka kepada guru. Kini kalau murid dimarahi guru, orangtua akan mencari guru itu, untuk memarahinya. Jadi nilai akhlaq sudah luntur.

“Lingkungan dan orangtua tidak lagi mengakomodir anak sesuai dengan tuntunan agama. Kita tidak bisa menyalahkan teknologi atau televisi, karena itu bukan akar masalahnya, tapi kita yang kurang serius mendidik anak-anak dan generasi muda sehingga mereka menyimpang jauh dari ruh Islam,” katanya.

Prof. Umar prihatin, karena umat Islam masih bodoh dalam memahami agama mereka, sehingga banyak terjadi penyimpangan. “Belum lagi tantangan eksternal yang luar biasa, seperti pengaruh kehidupan materialistis dan hedonistis. Gerakan dan konspirasi yang ingin agar umat Islam tidak berislam secara sungguh-sungguh, berusaha keras menjauhi umat Islam dari ajaran agama mereka,” ujar guru besar hukum Islam ini.

Menurutnya, ada pula kaum liberal yang mengaku beragama Islam tapi pikiran mereka sesat dan menyesatkan. Kaum liberal ini menafsirkan kitab suci Al-Quran sesuai dengan nafsu mereka, mereka mengakal-akali Al-Quran. Dan ini adalah kebodohan. “Mereka menafsirkan Al-Quran tanpa ilmu. Ada yang mereka sebut tidak sesuai dengan zaman, ada yang perlu diperbaharui dalam Al-Quran, seolah-olah mereka lebih pintar dari Allah SWT.”

Lebih lanjut Prof. Umar mencontohkan munculnya pemikiran agar kaum pria juga punya masa iddah. Alasan mereka, kalau wanita ada iddahnya, mengapa pria tidak? Atau, agar adil, pria dan wanita sama-sama tidak punya masa iddah. “Ini jelas pemikiran yang bodoh, mereka tidak tahu apa alasan adanya iddah,” katanya.

Begitu juga mereka menolak diaturnya hukum waris, karena menurut mereka sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.

Tapi yang lebih memprihatinkan lagi, menurut kakek lima cucu ini, adalah mereka yang menolak shalat karena merasa dirinya sudah baik. Alasan mereka, shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. Lha, kalau sudah baik, untuk apa lagi shalat? Itu alasan mereka.”

Lalu Prof. Umar menguraikan ihwal firman Allah yang menyatakan bahwa sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar. Tapi, menurutnya, tidak semua orang yang shalat tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Ada pula orang yang shalat tapi mereka mendapatkan neraka, yaitu orang yang lalai dan riya’.

“Pertanyaan kita, apakah umat Islam sudah shalat sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul, dikerjakan tepat waktu, lengkap lima waktu. Karena ada juga yang shalat hanya empat waktu. Shalat Subuh tidak pernah.”

Dia melanjutkan, “Kita tidak dapat menyangkal bahwa sebagai mayoritas di negeri ini kita paling banyak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai agama. Korupsi marak, perzinaan merajalela, khamar ada di setiap sudut, makanan haram bertebaran. Itulah konsekeunsi dari jumlah yang banyak tapi minus kesadaran.

Kesadaran itu lahir dari ilmu pengetahuan. Lalu pertanyaannya, kenapa umat Islam tidak tersadarkan dengan ajaran Islam? Karena mayoritas umat Islam tidak mempunyai fundamen yang kukuh. Mereka Islam karena keturunan, padahal umat Islam wajib tahu fundamen agamanya: aqidah, syari’ah, tauhid, dan ibadah.”

Prof. Umar mencontohkan, banyak sekali tanda-tanda di tengah masyarakat yang memperlihatkan bahwa umat Islam tidak mengenal agamanya. Fenomena syirik mudah ditemui. “Masa, orang percaya kepada anak kecil yang memberikan air selokan untuk penyembuhan? Ini kan mereka tidak punya aqidah,” katanya mengungkapkan kasus dukun cilik Ponari beberapa waktu yang lalu.

Dia juga menyinggung minimnya umat Islam yang membayar zakat. “Kalau umat Islam taat membayar zakat, tidak akan terdengar kasus busung lapar, gizi buruk, dan kemiskinan akut,” ujarnya mantap.

Krisis Keteladanan

Prof. Umar mengakui, sekarang umat Islam mengalami krisis keteladanan. Banyak orang pintar tapi tidak bisa diteladani. Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa orang Islam tidak berperilaku sesuai dengan agamanya. “Banyak orang pintar yang saat di mimbar begitu memukau hadirin, tapi bermasalah dalam hidup kesehariannya. Shalat Subuh-nya saja sudah lewat jam enam. Ini kan bukan teladan yang baik.

Lalu ajaran Islam melarang riya’. Tapi setiap saat kita ingin dipuji.

Lalu ghibah menjadi budaya, yang dimasyarakatkan lewat koran dan televisi. Ini pulalah yang mendasari MUI mengeluarkan fatwa haram infotainment yang berisi ghibah dan fitnah.”

Ketika ditanya tentang beberapa fatwa MUI yang sering dianggap kontroversial, Prof. Umar menjawab, itu lumrah saja. Tidak semuanya harus satu pendapat. “Bahwa setiap fatwa MUI dikritisi, itu adalah hal yang wajar, karena tidak semua fatwa itu harus dilaksanakan. Misalnya saja fatwa haram merokok, kan itu ada syaratnya. Misalnya di depan anak-anak, pada wanita hamil, pada tempat-tempat tertentu. Kenapa tidak total? Karena memang ada pertimbangan-pertimbangan,” ujarnya menjelaskan.

“Begitu juga soal bunga bank konvensional. Ada yang beralasan bahwa bank syari’ah masih jauh dari harapan umat Islam, sehingga bank konvensional masih berstatus darurat. Tidak apa-apa pendapat seperti itu, yang namanya ijtihad wajar ada perbedaan pendapat.”

Menurut Prof. Umar, berdakwah di Indonesia memang memerlukan seni tersendiri, dan pegangannya adalah surah An-Nahl ayat 125, “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Dia mencontohkan, “Banyak pengusaha muslim yang punya hotel masih menjual barang haram di hotelnya seperti khamar, daging babi, dan sejenisnya. Nah, bagaimana dakwah kepada mereka ini? Tentu harus dengan hikmah, dan bijaksana. Misalnya ketika minta zakat kepadanya bilang, ‘Kami minta zakat dari uang yang halal.’ Tentu dia akan merasa bahwa uangnya ada yang haram. Tapi kalau kita bilang ‘Tidak bisa menerima, karena semua uangnya haram’, tentu akan mengecewakannya.”

Nah, kalau dia naik haji, bagaimana dengan hajinya? Kewajiban hajinya gugur, tapi pahala haji tidak dapat.

Begitu juga ketika seorang koruptor bersedekah dari uang hasil korupsinya, menurut pendapat As-Sha’rawi, yang menyatakan seseorang yang mendapat uang dari cara bathil lalu menggunakan untuk sedekah atau membantu pembangunan masjid, ia telah melakukan perbuatan baik dari sisi sedekah, karena itu jangan ditolak. Sedangkan ulama lain berpendapat tidak boleh menerimanya. Jadi ada perbedaan pendapat dalam hal ini.

“Kalau saya berpendapat, dari sisi sedekah ia sudah punya kesadaran, soal pahala itu urusan Allah.”

Tentang Maulid

Sebagai pakar hukum Islam, Prof. Umar Shihab berpendapat bahwa acara Maulid cukup kuat dasarnya, yaitu bid’ah hasanah. Perbuatan bid’ah yang baik. Ada yang berpendapat, tidak ada dasar hukumnya yang namanya bid’ah hasanah itu. Tapi kita harus lihat definisi dari kata bid’ah, yaitu sesuatu yang terjadi sesudah Rasulullah SAW .

Maulid itu diawali oleh Shalahuddin Al-Ayubi, untuk membangkitkan semangat tempur pasukan Islam. Tidak ada yang salah dalam Maulid, karena isinya puji-pujian untuk Rasulullah SAW. Hanya kita harus hati-hati, jangan sampai kitab Maulid, disetarakan dengan Al-Quran. Al-Quran itu wahyu Allah SWT, yang membacanya dapat pahala, walau tidak paham artinya. Jangan sampai kitab Maulid didahulukan dari Al-Quran. Kitab Maulid itu karangan manusia. Jadi kita harus menempatkan sesuatu pada tempatnya.

“Tapi saya juga perlu mengingatkan kepada para penentang Maulid. Apa yang harus ditolak? Maulid itu bagus, membangkitkan kecintaan kepada Rasulullah SAW,” katanya tegas.

Berbicara tentang cinta, menurut Prof. Umar, cinta yang paling utama haruslah kepada Allah SWT, setelah itu kepada Rasulullah SAW. Kepada Allah SWT haruslah cinta, bukan takut, karena yang harus kita takuti itu adzab Allah. Orang yang cinta kepada Allah itu ditandai dengan rindu kepada-Nya, selalu menyebut nama-Nya, dan ingin sekali berjumpa dengan-Nya. Itulah tujuan akhir seorang beriman.

Prof. Umar berpesan agar umat Islam bekerja keras untuk meraih cinta Allah, dan jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat Allah. Dia mengajak untuk istiqamah shalat Tahajjud dan membaca rutin surah Al-Isra, ayat 79-80.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan